Diversifikasi Kekuasaan Legislasi: Fenomena Pelemahan Parlemen, Superioritas Presiden, dan Eskalasi Yudisialisasi Politik

SEGERA TERBIT

Diversifikasi Kekuasaan Legislasi: Fenomena Pelemahan Parlemen, Superioritas Presiden, dan Eskalasi Yudisialisasi Politik

Penulis: Fitra Arsil

Sebagai warga negara, saat ini, kita diikat oleh banyak sekali aturan. Ketika parlemen membuat putusan dan diumumkan dalam lembaran negara maka semua warga negara terikat tanpa terkecuali karena karakter putusan parlemen adalah mengikat umum, bernorma abstrak dan berlaku terus-menerus (dauerhaftig). Kita juga menyaksikan fenomena bahwa ketika ada seseorang atau sekelompok orang datang ke pengadilan karena merasa menderita kerugian lalu ketika putusan pengadilan dibacakan ternyata putusan tersebut bukan saja mengikat kepada pihak yang mengajukan perkara namun mengikat semua warga negara (erga omnes). Warga negara yang tidak ikut berperkara, bahkan tidak tahu ada perkara tersebut tiba-tiba juga harus terikat dengan putusan pengadilan tersebut. Selain itu, kita juga menyaksikan kekuasaan eksekutif yang maknanya adalah kekuasaan yang melaksanakan, ikut juga membuat putusan yang mengikat semua warga negara bahkan putusannya bisa setara dengan putusan parlemen atau bahkan parlemen nampak terlihat tunduk dengan keinginan pemerintah dalam membentuk peraturan.

Dinamika ketatanegaraan juga terjadi di Indonesia bahkan dalam beberapa kasus, Indonesia memiliki karakter yang lebih kompleks. Konfigurasi president’s legislative power di Indonesia diatur cukup besar dan akumulatif. Kekuasaan presiden di bidang legislatif sangat besar dan jenis kekuasaannya juga sangat beragam. Ketika kekuasaan besar dan beragam tersebut bertemu dengan partisan power yang tinggi maka resiko dominasi kekuasaan eksekutif yang stabil, minim kontrol dan memimpin agenda di parlemen menjadi kenyataan yang mesti diterima. Jika situasi tersebut bergabung lagi dengan realitas kekuasaan kehakiman yang mengintervensi kebijakan publik dan merepresentasikan kelompok politik, maka dominasi kekuasaan politik pemenang menjadi absolut dan tidak terhindarkan.

Merekomendasikan melakukan perubahan pengaturan memang menjadi pilihan yang nampak mudah disebut namun gagasan perubahan pengaturan haruslah berasal dari gagasan konseptual yang komprehensif. Gagasan pemisahan kekuasaan seharusnya harus disebutkan masih relevan untuk tetap dipertahankan. Penyimpangan dari gagasan ini harus dibuktikan dalam kerangka tetap mempertahankan mekanisme saling kontrol dan saling membatasi sehingga relasinya tetap kritis. Oleh karena itu karakter khas setiap lembaga harus dipertahankan dan tidak boleh tertukar. Betapapun peran lembaga peradilan tidak terelakkan untuk berperan dalam pembentukan kebijakan publik namun perlu dipahami proses pembentukan kebijakan publik di lembaga peradilan harus berbeda dengan yang terjadi di parlemen

Semoga pembahasan dalam buku ini memberikan manfaat bukan saja untuk saya pribadi tetapi juga kepada masyarakat luas. Saya ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak atas segala bantuan, bimbingan dan doanya. Hanya Allah yang dapat memberikan balasan yang sempurna atas segala amal baik yang kita lakukan.

 

About the Author: admin

You might like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *