Segera Terbit
DILEMA MULTIKULTURALISME: Kegagalan Hak Kewarganegaraan Kurdi di Turki
Penulis: Tiara Sarah Putri Sumantri, S.IP., M.IP
Dunia sebenarnya telah menyaksikan signifikansi dilema multikultarisme jauh sebelum tuntutan seputar kesetaraan hak dan ekspresi budaya minoritas dibawa oleh gelombang demokratisasi. Pecahnya Uni Soviet, runtuhnya tembok Berlin, lahirnya organisasi transnasional yang bernafaskan agama di Timur Tengah, dan gerakan sektarian di Asia Tenggara menunjukkan bahwa dilema multikulturalisme bukanlah sekedar pro kontra perubahan tradisi kewarganegaraan. Namun lebih kompleksnya, tantangan untuk menyeimbangkan dominasi peran dan identitas negara disatu sisi, dengan gerakan-gerakan masyarakat lokal di satu sisi lainnya.
Saat diskursus publik berupaya mempertentangkan politik multikulturalisme dengan integrasi nasional, tidak sedikit negara demokratik yang pada akhirnya merubah kebijakan multikultur menjadi kebijakan asimilasi. Turki, menjadi salah satu negara yang mengalami perubahan tersebut. Dalam hubungannya dengan kelompok etnis Kurdi, reformasi kebijakan hak kewarganegaraan Kurdi sebagaimana diperkenalkan pemerintahan Recep Tayyib Erdogan tidak hanya menunjukkan tingkat keberhasilan yang rendah, namun juga berujung pada perang sipil, ancaman disentegrasi, bahkan meluas menjadi konflik kawasan di Timur Tengah ditengah kekacauan gelombang Arab Spring dan ancaman Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).
Pengalaman Kurdi di Turki memberikan pelajaran berharga bagi Indonesia yang dalam banyak hal memiliki persamaan dengan Turki, dimana keberagaman suku, agama dan etnis yang dimiliki tidak hanya menjadi tantangan terhadap integrasi nasional, tapi merupakan nafas bagi politik multikulturalisme. Selain itu, kemudahan akses komunikasi dan migrasi di era globalisasi memungkinkan berbagai identitas bersentuhan, bertransformasi, ataupun saling berpadu dengan mudahnya hingga mustahil menghadirkan suatu negara yang homogen secara kultural. Sifat identitas kebangsaan pun memasuki babak baru pada era ini. Dengan kegagalan hak kewarganegaraan Kurdi di Turki, apakah mengkonfirmasi tuduhan politik multikulturalisme sebagai ancaman bagi negara kesatuan, ataukah integrasi nasional yang mustahil diciptakan pada masyarakat plural?