PENANGANAN KOMPREHENSIF SKABIES MELALUI PEMBELAJARAN DAN PENATALAKSANAAN KASUS SECARA DALAM JARINGAN DAN LUAR JARINGAN: MENUJU INDONESIA BEBAS PENYAKIT TROPIS TERABAIKAN

SEGERA TERBIT

PENANGANAN KOMPREHENSIF SKABIES MELALUI PEMBELAJARAN DAN PENATALAKSANAAN KASUS SECARA DALAM JARINGAN DAN LUAR JARINGAN: MENUJU INDONESIA BEBAS PENYAKIT TROPIS TERABAIKAN

PENULIS : Sandra Widaty

Skabies merupakan salah satu penyakit infestasi di kulit yang sangat umum ditemukan di banyak negara dengan penghasilan rendah dan sedang. Secara umum, skabies diderita oleh lebih dari 400 juta orang/tahun sehingga ditetapkan oleh World Health Organization (WHO) pada tahun 2017 sebagai salah satu penyakit tropis terabaikan (Negected Tropical Disease – NTD) dan masuk dalam peta jalan NTD WHO 2021 – 2030. Target WHO menargetkan untuk setiap negara adalah adanya manajemen penyakit skabies yang menjadi bagian dalam universal health coverage package of care pada untuk setiap negara pada  tahun 2030.

Penyakit ini disebabkan oleh infestasi Sarcoptes scabiei, sebuah tungau yang sangat menular, terutama melalui kontak langsung, dan ditandai dengan rasa gatal serta adanya ruam di kulit.  Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah infeksi sekunder oleh  bakteri Staphylococcus aureus dan Sreptococcus pyogenes, sehingga dapat menyebabkan gejala berupa impetigo, yang bisa menjadi abses, sepsis dan bila berlanjut dapat menyebabkan masalah ginjal dan penyakit jantung rematik.  Komplikasi ini umumnya terjadi dan diawali karena adanya luka terbuka di kulit akibat tungau atau kutu yang menerobos ke dalam kulit dan membentuk terowongan atau juga akibat garukan yang dilakukan oleh pasien, atau. Bisa juga disebabkan karena tungau ini menyebabkan kondisi kulit yang tidak optimal sehingga memudahkan infeksi bakteri dan lainnya.

Prinsip penanganan kasus NTD WHO mengacu pada 3 (tiga) pilar: pertama, akselerasi program (accelerate programmatic action) dengan menurunkan insidens, prevalensi, morbiditas, disabilitas, dan kematian;  kedua, adalah intensifikasi melalui pendekatan sinergis; dan  dan pilar ketiga, adalah adanya kolaborasi program antar perangkat daerah (intensify cross-cutting approaches), yaitu dengan cara intervensi yang terintegrasi, terkoordinasi, dan tersedianya ragam pelayanan.

 

About the Author: admin

You might like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *