Segera Terbit
Peran Olahraga, Diet Seimbang dan Pemberian Bahan Alam pada Kehamilan sebagai Upaya
Preventif Risiko Stunting: Early life Programming
Penulis : Siti Farida
Indonesia saat ini masih menghadapi masalah gizi anak terutama stunting dan obesitas yang
menimbulkan dampak jangka pendek dan jangka panjang karena kedua masalah gizi ini menjadi
indikator pembangunan kesehatan bangsa yang berpengaruh terhadap kualitas generasi penerus.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) melaporkan prevalensi stunting berturut turut dari tahun
2007, 2010, 2013, dan 2018 adalah 36,8 persen, 34,6 persen, 37,2 persen, dan 30,8 persen pada
tahun 2018. Hasil survei Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 menunjukkan prevalensi
stunting sebesar 24,4%.1-4 Angka ini masih jauh dari angka prevalensi yang ditargetkan dalam
RPJMN 2020-2024, yakni 14%.5 Pada anak yang menderita stunting, terjadi gagal tumbuh yang
ditunjukkan dengan tinggi badan pendek dan perkembangan intelektual terhambat.
Hal ini merupakan masalah yang cukup serius, karena risiko yang disebabkan oleh
stunting dalam jangka pendek antara lain meningkatnya angka kesakitan dan angka kematian, gangguan perkembangan, meningkatnya beban ekonomi untuk biaya perawatan dan pengobatan anak yang sakit.
Jangka panjang menyebabkan menurunnya kesehatan reproduksi, konsentrasi belajar, dan
rendahnya produktivitas kerja.6. Anak yang terlahir dengan berat badan rendah dan berlanjut menderita gizi kurang pada masa kanak-kanak akan tumbuh menjadi dewasa dengan risiko lebih
besar untuk memiliki glukosa darah, tekanan darah dan lipid darah yang tinggi.
Di sisi lain, hasil Riskesdas 2010 dan 2013 berturut-turut menunjukkan bahwa prevalensi gizi
lebih pada balita di Indonesia sebesar 14% dan 11,9%, serta Riskesdas 2018 melaporkan data
obesitas pada Balita sebanyak 3,8%. Lebih lanjut, Riskesdas melaporkan prevalensi obesitas pada
kelompok usia di atas 15 tahun mencapai 19,1% (2010), diikuti peningkatan prevalensi obesitas
pada laki-laki sebesar 19,7% dan perempuan 32,9% (2013), dan 21,8% (2018).
Obesitas pada anak berdampak jangka panjang menyebabkan gangguan metabolik yang meningkatkan risiko obesitas, diabetes, stroke, dan jantung ketika dewasa. Selain itu, peningkatan
prevalensi DM (Diabetes Melitus) di Indonesia diprediksi WHO dari 8,4 juta pada tahun 2000
menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030 atau meningkat 2-3 kali lipat.8 Peningkatan ini
menimbulkan kekhawatiran yang serius mengingat bahwa obesitas pada anak juga
merupakan faktor risiko berkembangnya resistensi insulin yang dapat meningkatkan risiko menderita
diabetes dan sindrom metabolik ketika dewasa.
Dari data statistik disebutkan pula bahwa 15% ibu hamil mengalami gangguan toleransi glukosa.
Keadaan tersebut akan meningkatkan risiko berkembangnya obesitas, DM tipe 2 dan sindrom
metabolik pada keturunannya di kemudian hari. Mengingat dampak jangka pendek dan jangka panjang kedua masalah gizi tersebut berpengaruh pada kualitas generasi penerus, maka diperlukan
penanganan preventif yang serius untuk mendukung kehamilan dan perkembangan janin
yang sehat.