Risalah KebijakanPencegahan PerkawinanAnak untuk PerlindunganBerkelanjutan bagi Anak

Segera Terbit

Risalah Kebijakan Pencegahan Perkawinan Anak untuk Perlindungan Berkelanjutan bagi Anak

Prevalensi perkawinan anak di Indonesia relatif menurun selama 10 tahun terakhir berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2011-2021. Berdasarkan estimasi Susenas, prevalensi perkawinan anak pada tahun 2021 adalah sebesar 9,23%. Angka tersebut menunjukkan penurunan sebanyak 1,12 poin persen (pp) dibandingkan tahun 2020. Data tersebut dihitung dari responden perempuan usia 20-24 tahun yang pernah menikah sebelum berusia 18 tahun. Di tahun 2021 juga, 61% responden dari total prevalensi perempuan berusia 20-24 tahun yang menikah di bawah umur 18 tahun tinggal di perdesaan dan 58% berada di dalam rumah tangga sangat miskin dan miskin. Di tahun 2021, Sulawesi Barat (Sulbar), Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Kalimantan Tengah (Kalteng) adalah tiga provinsi dengan proporsi perkawinan anak terbesar.

Perkawinan anak masih menjadi permasalahan di Indonesia. Meskipun prevalensi perkawinan anak terus menurun dalam satu dekade terakhir seperti diestimasi dalam Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), secara rata-rata laju penurunannya masih di bawah satu poin persen. Upaya-upaya pencegahan terus dilakukan, utamanya yang terkait dengan penanggulangan kemiskinan, peningkatan akses pada pendidikan, dan perubahan norma sosial. Indonesia juga telah mengamandemen Undang-Undang Perkawinan di tahun 2019 untuk menaikkan usia minimum perkawinan bagi perempuan menjadi sama-sama 19 tahun dengan laki-laki. Namun, dispensasi masih bisa diberikan untuk usia di bawah 19 tahun melalui pengadilan. Saat usulan ini disusun, sekitar sepertiga dari pengajuan dispensasi perkawinan diajukan karena alasan kehamilan pada anak. Sementara, belum tersedia program dan kebijakan yang secara komprehensif bertujuan untuk mencegah dan melindungi anak yang mengalami kehamilan. Oleh sebab itu, analisis dan usulan kebijakan ini berfokus pada pentingnya upaya pencegahan perkawinan anak akibat kehamilan, serta penyediaan akses perlindungan dan tata kelola pelayanan kontinuum bagi anak yang mengalami kehamilan hingga pasca kehamilan. Usulan kebijakan ini merupakan bagian dari pelaksanaan Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak (Stranas PPA) 2020-2024.

danya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Anak merupakan bentuk komitmen negara dalam melindungi anak dari bahaya praktik perkawinan anak. Namun, kita tentu menyadari masih diperlukan upaya-upaya lainnya yang lebih optimal untuk menutup celah-celah terjadinya kasus perkawinan anak di Indonesia. Hal ini ditunjukkan oleh data pemohon dispensasi kawin yang terus mengalami peningkatan pada tahun 2020-2022. Meningkatnya angka pemohon dispensasi kawin pada satu sisi menunjukkan proses pencatatan perkawinan semakin baik, namun di sisi lain, angka tersebut juga menunjukkan tingginya keinginan masyarakat untuk menikahkan anaknya di bawah usia 19 tahun yang turut menyumbang tingginya angka perkawinan anak.


Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak telah mengamanatkan bahwa perlindungan anak, selain tanggung jawab pemerintah, orang tua, dan masyarakat, juga merupakan tanggung jawab wali dan lembaga sosial. Realitanya, anak yang terpaksa menikah atau mengalami kehamilan pada usia anak saat ini masih banyak yang belum mendapatkan layanan secara komprehensif untuk mendapatkan haknya, seperti hak pendidikan, kesehatan, dan pengasuhan yang layak.
Hal ini disebabkan oleh belum tersedianya program dan kebijakan komprehensif yang bertujuan untuk

mencegah dan melindungi anak yang mengalami kehamilan atau sudah terlanjur menikah. Tingginya angka perkawinan anak adalah salah satu ancaman bagi terpenuhinya hak-hak dasar anak, tidak hanya memberikan dampak secara fisik dan psikis bagi anak terutama bagi anak perempuan.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Republik Indonesia bersama dengan Pusat Kajian dan Advokasi Perlindungan dan Kualitas Hidup Anak Universitas Indonesia (PUSKAPA) telah menyusun analisis dan usulan kebijakan berbasis bukti yang berfokus pada pentingnya upaya pencegahan perkawinan anak akibat kehamilan serta penyediaan akses perlindungan dan tata kelola yang kontinuum bagi anak yang mengalami kehamilan hingga pasca kehamilan. Disusunnya usulan kebijakan berbasis bukti ini merupakan bagian dari pelaksanaan Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak (Stranas PPA) 2020-2024 dan target RPJMN 8,74%. Apresiasi yang setinggi-tingginya atas penyusunan analisis dan usulan kebijakan berbasis bukti, hasil kerja sama KemenPPPA bersama PUSKAPA yang berjudul “Pencegahan Perkawinan Anak untuk Perlindungan Berkelanjutan bagi Anak”. Ke depannya, kami berharap hasil ini mampu mendorong peningkatan peran semua pihak untuk terus berupaya melakukan upaya-upaya komprehensif untuk pencegahan perkawinan anak dan meningkatkan perlindungan anak untuk kepentingan terbaik bagi anak.

About the Author: admin

You might like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *