Segera Terbit
Daya Tarik Amenities Kota Terhadap Migrasi: Pendekatan Indeks Harga Implisit Amenities
Penulis:
Dr. Arif Rahman Hakim, S.E., M.S.E.
Prof. Nachrowi Djalal Nachrowi, M.Sc., M.Phil., Ph.D.
Dr. Dwini Handayani, S.E., M.Si.
I Dewa Gede Karma Wisana, S.E., M.Sc., Ph.D.
Perkiraan Harga Jual: Rp. 92.000
Buku ini berusaha menjelaskan kenapa seseorang lebih senang tinggal di perkotaan dari pada tinggal di perdesaan. Akibat preferensi ini, penduduk perkotaan cenderung meningkat dengan pesat. Gejala ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja melainkan sudah merupakan gejala dunia. Menurut Badan Pusat Statistik, proporsi penduduk yang tinggal di perkotaan meningkat dari 14,8 persen pada tahun 1961 menjadi 50,6 persen pada tahun 2011. Persentase tersebut meningkat lagi menjadi 54 persen pada tahun 2015 dan diperkirakan akan meningkat lebih tingi lagi hingga 67 persen pada tahun 2035. Sementara menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), persentase penduduk kota di dunia telah mencapai lebih dari 50 persen sejak tahun 2007 dan diperkirakanakan akan mencapai 68 persen pada tahun 2050.
Perkembangan kota telah meningkat semakin pesat sehingga memikat orang untuk datang dan tinggal. Kota telah menjadi tempat menarik bagi mereka karena memberikan peluang ekonomi, kesempatan mempeoleh pendapatan yang lebih tinggi, dan kesempatan memperoleh variasi amenities (kenyamanan) kota yang menarik. Daerah perkotaan dapat menampilkan berbagai keadaan lingkungan dengan amenities yang lengkap maupun terbatas. Amenities yang dimiliki mampu menciptakan kehidupan warga menjadi lebih nyaman, menyenangkan, dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat yang tinggal di dalamnya. Hal ini menjadi salah satu faktor yang memotivasi orang dari daerah lain untuk pindah ke kota tersebut. Namun, amenities masih mendapat sedikit perhatian oleh kita semua terutama oleh pengambil kebijakan. Padahal, beberapa lieratur menggarisbawahi bahwa selain faktor ekonomi, hal lain yang dapat menarik migran pindah ke suau kota adalah adanya ameneities kota yang menarik. Dengan demikian, amenities perlu mendapat perhatian pengambil kebijakan dalam merumuskan pembangunan kota. Kajian empiris yang ada saat ini umumnya masih menitikberatkan pada faktor ekonomi dan belum mempertimbangkan aspek amenities terutama dengan mengakomodasikan ketiga komponen amenities utama yaitu fasilitas publik, lingkungan alam, dan sosial.
Hal menarik yang akan dibahas dalam buku ini adalah bagaimana kita bisa memberi nilai moneter pada amenities yang merupakan barang yang tidak memiliki nilai pasar namun mempunyai daya tarik tertentu bagi calon migran. Bila amenities suatu kota dapat dikuantifikasi nilai moneternya, nilai ini bisa dijadikan sebagai pedoman bagi calon migran yang akan masuk ke suatu kota. Oleh karena itu, pembahasan pada buku ini diharapkan akan dapat melengkapi literatur dan dapat memberikan pemahaman mengenai peran amenities kepada migrasi untuk studi kasus di Indonesia. Lebih spesifiknya, pada buku ini akan dibahas 2 (dua) novelty sebagai berikut. Pertama, nilai indeks amenities (amenities implicit price index) kota-kota di Indonesia akan dicari besarannya dengan cara menghitung indeks amenities kota dengan mengakomodasikan tiga kelompok utama yaitu fasilitas publik (public facility implicit price), lingkungan alam (natural environment implicit price), dan sosial (social implicit price). Setelah itu, studi ini juga akan menguji pengaruh setiap kelompok amenities pada migrasi kota di Indonesia. Kedua, buku ini akan melanjutkan pencariannya dengan membahas bagaimana pengaruh amenities dan faktor-faktor ekonomi pada migrasi ke kota-kota di Indonesia.
Dengan demikian, diskusi dalam buku ini bisa memberi penjelasan mengapa seseorang lebih senang tinggal di perkotaan dari pada tinggal di perdesaan. Selain itu, buku ini juga dapat memberi jawaban mengapa seseorang lebih suka tinggal di kota A dari pada tinggal di kota B. Akhirnya, selamat membaca dan selamat mengeksplorasi temuan-tamuan baru yang disampaikan dalam buku ini.